Nasab Ba Alwi diindonesia

Meski saya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memposisikan diri ditengah-tengah, tetap masih ada yang mengasosiasikan saya sebagai kelompok imadiyah. 


Beberapa teman mempertanyakan sikap saya, bahkan ada juga yang unfriend saya. Persoalan nasab memang sensitif, sampai kita lupa bahwa itu tidak termasuk bagian dari rukun iman yang wajib kita yakini. 


jika ucapan saya menyinggung atau menyakiti hati teman-teman saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. 


Penulisan silsilah seorang tokoh beserta pengagungannya itu sebenarnya dipengaruhi oleh tradisi dimasanya. Dulu bangsa arab mengingat silsilah mereka sampe kakek ke 10 bahkan lebih itu lumrah, dan menjadi kebanggaan bagi mereka.


Menurut H. Agus Salim, Nabi Muhammad saw. sendiri tidak berkenan silsilahnya disebut sampai nabi Ibrahim AS, karna Nabi tidak menganggap itu penting.


Mungkin kita sering mendengar syair berikut:


نَسَبٌ كَأَنَّ عَلَيْهِ مِنْ شَمْسِ الضُّحَى # نُورًا وَمِنْ فَلَقِ الصَّبَاح عمودًا


"Garis nasab "fulan" bagaikan sinar mentari di waktu dhuha, laksana cahaya menjulang di waktu subuh"


Entah siapa orang yang pertama kali menulis syair diatas, syair tersebut cukup populer dikalangan ahlu sunnah dan syi'ah, syair yang sering dikutip dalam penulisan biografi seorang tokoh mistik dan dimaksudkan untuk memuji silsilahnya yang sambung kepada baginda nabi.


Kendati demikian pengagungan silsilah tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang silsilahnya sampai kepada nabi saja, melainkan lebih umum kepada bani Hasyim, seperti imam syafii misalnya, meskipun itu jarang terjadi. 


Celakanya hal yang demikian itu ditangan kita berubah menjadi sebuah tradisi baru yang belum pernah ada sebelumnya, padahal bangsa arab sendiri sudah meninggalkannya.


Tradisi tersebut lambat laun menjadi sebuah adagium ditengah masyarakat, bahwa orang yang alim dan saleh itu lahir dari orang-orang saleh pula. Sedangkan keilmuan dan kesalehan seseorang tidak diakui kalau tidak punya silsilah yang sambung dengan orang-orang saleh sebelumnya. nasab disini berubah menjadi sebuah legitimasi. 


Pada gilirannya anggapan seperti itu akan memadamkan semangat belajar dan gairah beragama anak cucu kita yang tidak punya nasab mulia, dan akan mengubur potensi mereka selamanya. Bukankah itu bertentangan dengan misi agama? yang mencita-citakan manusia menjadi Al insan al kamil (manusia sempurna)


Padahal dalam sejarah perkembangan peradaban islam banyak ulama-ulama besar dari bangsa non arab, bahkan tidak sedikit dari mereka yang lahir dari kaum mawali (bekas budak yg dimerdekakan) seperti Abu Hanifah, Hasan al-Bashri, Imam Sibawaih, Ibnu Ishaq dll.


Entah kita sadari atau tidak, cara pandang seperti itu sebenarnya tidak hanya mereduksi terminologi agama, tapi sudah menyimpang jauh.

Post a Comment for "Nasab Ba Alwi diindonesia "